Ikuti Jejak Harun As.; Hafida Jadi Juru Bicara Tamu Allah

Perawat Hafida Jufri sedang menemui Djumrah Pattawi Talibe (88), jemaah lansia asal Pare-Pare, Sulawesi Selatan.

Makkah (Kemenag) --- Jangan pernah mengecilkan apalagi menganggap rendah profesi dan tugas-tugas juru bicara (jubir). Sebelum benar-benar siap menemui raja paling lalim dalam sejarah manusia--Pharaoh alias Fir'aun, Nabiyullah Musa As. merapikan benar rencana dan agenda terbesarnya sebagai utusan Tuhan.

Salah satu yang perlu dia matangkan adalah siapa yang akan mendampinginya menemui Fir'aun. Musa lalu berkirim proposal. Alamatnya; Tuhan. Ia mengajukan nama Harun bin Imron.

Dalam sebuah riwayat, Nabi Musa ada jadwal "kunjungan" ke Tuhan di bukit Tursina. Tempat nan kudus. Tuhan sedang "menunggu" di sana. Begitu sampai di tempat yang dijanjikan, Tuhan bertitah dalam wahyu.

"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Lepaskan sandalmu! Engkau sedang di Tuwa; wadi yang kudus." (QS: Thaha:12). Lalu, terjadilah dialog panjang seperti yang terbaca dalam sejumlah ayat. Ayat-ayat dialog Tuhan dengan Musa bertebaran di banyak surah, seperti di surah Thaha itu.

Arkian, Musa As adalah satu-satunya Nabi yang pernah mengusulkan pengangkatan seseorang menjadi Nabi. Orang yang dia usulkan untuk "jabatan" itu adalah Harun bin Imron, kakaknya. Tugasnya adalah sebagai penyambung lidah Musa alias juru bicara-jubir.

Salah satu alasan yang dikemukakan Musa kepada Tuhan, karena Harun lebih cakap berbicara. "Huwa afshahu minni lisanan--dia lebih fasih lidahnya daripada aku," ujar Musa kepada Tuhan. Tuhan OK.

***

Tugas jubir dalam skala lebih kecil yang juga berkaitan dengan kunjungan ke Rumah Tuhan-- Baytullah di Makkah Al Mukarramah dilakulan oleh Hafida Jufri. Tugas utamanya sebagai perawat di Tim Kesehatan di Kloter UPG 3 (Pare-pare, Barru, dan Maros) yang terletak di Sektor 1, kawasan Syisyah.

Jemaahnya 450 orang. Lima (5%) persen berstatus lansia (lanjut usia). Selain karena usia lanjut, mereka juga tidak pernah punya pengalaman melakukan perjalanan jauh apalagi ke luar negeri.

Ibadah haji adalah perjalanan terjauh mereka. Berpuluh-puluh kilometer jarak dari Tanah Air menuju Tanah Haram. Nenek Djumrah Pattawi Talibe (88) salah seorang lansia yang melakukan perjalanan jauh itu. Ia juga harus menempuh perjalanan darat yang tidak mudah.

Sekitar 150 kilometer-an. Pare-Pare ke Embarkasi Haji Ujung Pandang. Djumrah sangat membutuhkan uluran tangan orang-orang sekitarnya. Dalam keterbatasan jemaah lansia seperti Djumrah itu, sosok para perawat bak mata air di terik sahara.

Djumrah merasa mendapat uluran "tangan malaikat" saat perawat datang menyapa. Djumrah yang seorang diri dari kampung, tidak memiliki siapa pun yang bisa menuntun tangannya kecuali atas perkenan Allah.

Tapi ia mengaku sangat yakin, selain berkirim "surat undangan", Tuhan juga telah menyiapkan segala urusan terkait keberangkatannya ke Rumah-Nya. Dan benar. Tuhan mengirim Hafida Jufri (45). Petugas haji. Ia diamanahi negara untuk merawat jemaah, terutama lansia.

Saat tim dari MCH Daker Makkah Al Mukarramah datang, Rabu (5/6/2024), Hafida sedang menerima "kunjungan" rutin tamu-tamu tetapnya; jemaah yang mengeluhkan kondisi kesehatan dan minta diperiksa. Ia standby bersama dokter jaga, dr Rudy Karima (37) dan Ketua Kloter, Hasyim Usman.

​​​​​​​

Salah seorang yang jadi "langganan" Hafida adalah Djumrah. Tapi Djumrah sehat. Ia tidak hendak diperiksa atau minta obat karena keluhan sakit tertentu. Ia hanya butuh teman. Dan, Djumrah sendiri sudah dapat sentuhan tangan Hafida, bahkan sejak berangkat dari Pare-Pare.

Dengan merapal "bismillaahi majreeha wa mursaha", Djumrah meninggalkan kota Makassar dengan mengkasar salatnya. Dalam perut burung besi, Djumrah berpisah dari Hafida. Tapi yang membuatnya senang dan tenang adalah; dia akan tinggal satu hotel dengan Hafida.

Jarak jauh, penat memeluk badannya yang tipis, dan waktu perjalanan yang panjang, sempat membuatnya "shocked". Ia minta balik kampung ketika sehari sudah tiba di Madinah.

"Saya sedih. Khawatir beliau terserang dimensia," ujar Hafida soal kondisi Djumrah. Cemas Hafida tidak lama, karena Djumrah makin lama makin sehat. Hingga akhirnya melakukan umrah wajib di Masjidil Haram, Djumrah mengaku bahagia luar biasa. "Ibu senang bisa sampai di Ka'bah?" tanya tim MCH.

Dia tidak menjawab. Dia menoleh. Berharap Hafida menerjemahkan pertanyaan wartawan. Dan wajahnya mendadak berseri-seri usai Hafida menjelaskannya dalam bahasa Bugis. Ia mengangguk. Senang tiada terperi.

Ia menatap lekat mata Hafida. Hafida mencium tangan Djumrah penuh takzim. Begitu kuat hubungan batin antara keduanya, hingga tampak seperti ibu-anak. Sangat dekat. Bahkan Hafida sudah paham apa maunya sebelum Djumrah berbicara.

Pada musim haji 2024/1445, Kementerian Agama RI (Kemenag) kembali menjelma "tangan-tangan Tuhan." Mendidik, melatih dan memberi amanah kepada Hafida-Hafida lain di sejumlah layanan haji. Ribuan jumlahnya!!!

Ishaq Zubaedi Raqib --MCH Daker Makkah Al Mukarramah.

Widyawan Sigitmanto
Widyawan Sigitmanto Admin Simkah Web Id sejak dibuat sampai sekarang ;)
Sawer Admin via : Saweria