Haji 2024: Diapresiasi Publik, Didowngrade Politik

Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat lalu (20/9) mengumumkan hasil survey Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJH) 2024. Skornya sangat baik, 88,20 dari rentang 100, kategorinya sangat memuaskan. Indeks ini terbaik dalam 14 tahun penyelenggaraan haji Indonesia, kecuali 2022 (90,45). Penyelenggaraan haji 2022 tidak dapat dibandingkan karena kuota hajinya kurang dari 50 % (tepatnya 45% dari kuota normal sebanyak 100.051 jemaah). Saat itu merupakan pelaksanaan haji pertama pasca pandemic Covid-19.

Haji 2024 juga istimewa mengingat Indonesia menerima kuota haji terbesar sepanjang sejarah, yaitu 241.000 (kuota normal 221.000 ditambah 20.000). Merancang, menyiapkan, memberangkatkan, melaksanakan ritual haji dan akhirnya memulangkan jemaah haji sebanyak itu dalam waktu tertentu, pasti tidak mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dimitigasi.Tetapi pada akhirnya, haji 2024 dapat diselenggarakan dengan sangat baik. Indikatornya sangat mudah diketahui.

Angka jemaah yang wafat menurun tajam (461 jemaah) dibanding tahun sebelumnya (773 jemaah). Skema murur (melintas di Muzdalifah tanpa turun dari bus) merupakan ikhtiar dan ijtihad baru dalam manasik haji. Skema ini terbukti dapat mengurangi kelelahan dan mempermudah jemaah haji lansia dan resiko tinggi beserta pendampingnya melewati kepadatan di Muzdalifah.

Berbagai fasilitas dan perbaikan layanan juga sudah diusahakan dan terwujud nyata di lapangan. Misalnya, transportasi bus salawat ramah lansia, penambahan fasilitas fast track di tiga bandara (sebelumnya hanya satu di Jakarta), konsumsi penuh diberikan kepada jemaah, penyediaan bumbu Indonesia yang mendukung terwujudnya cita rasa makanan nusantara dan lain sebagainya.

Haji 2024 yang melanjutkan tagline haji tahun sebelumnya, haji ramah lansia, diwujudkan dalam langkah konkret. Misalnya, penyediaan makanan khusus sesuai kebutuhan lansia, senam ramah lansia, safari wukuf lansia dan lain sebagainya yang memungkinkan jemaah lansia dapat melaksanakan ibadah haji dengan nyaman dan sesuai kemampuan fisiknya.

Apresiasi Publik

Pada penutupan operasional haji 2024, Menteri Agama RI menegaskan keberhasilan haji 2024 yang diformulasikan dalam skema 4-3-5. Empat (4) perdana di haji 2024, tiga (3) pengembangan ekosistem potensi ekonomi haji, dan lima (5) inovasi haji 2024.

Penyelenggaraan haji di era media sosial seperti sekarang, tidak mungkin ditutup-tutupi atau dimanipulasi. Jemaah akan berbicara apa adanya, sekalipun pemerintah berusaha menutupi fakta yang ada. Sebagaimana ikan di dalam akuarium, seluruhnya akan mudah dilihat dari luar, terang benderang dan detail. Seluruh kegiatan haji dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Karena itu, Kemenag RI fokus pada perbaikan pelayanan dan inovasi yang dapat dilakukan.

Jemaah haji adalah penerima semua layanan haji. Umumnya mereka akan jujur dan berbicara apa adanya kepada—khususnya—keluarganya dan teman sesama jemaah. jemaah haji yang melek media sosial, mereka akan sharing semua yang dialami saat berhaji pada platform media sosial yang dimiliki. Layanan yang baik akan dikabarkan baik, begitu pula sebaliknya.

Testimoni jemaah tentang layanan haji 2024 yang menyatakan baik dan memuaskan, sepenuhnya merupakan suara hati mereka. Apa adanya dan tidak dibuat-buat. Semua kesaksian itu diverifikasi secara ilmiah oleh riset yang dilakukan oleh BPS, sebagaimana dinyatakan diawal artikel ini.

Meski demikian, sebagaimana dinyatakan Menteri Agama RI berulang-ulang bahwa bahwa penyelenggaraan haji 2024 masih perlu perbaikan-perbaikan. Sebagian suara publik, terutama dari lembaga yang memiliki otoritas untuk mengawasi, yang mengatakan bahwa setiap tahun problem haji tidak bisa diselesaikan dan berputar-putar dari isu itu-itu saja, barangkali perlu penjelasan lebih lanjut.

Delegitimasi Prestasi

Klaim bahwa haji 2024 buruk sehingga perlu dipanitiakhususkan, sesungguhnya otomatis gagal kalau mengkaca pada hasil IKJHI 2024. Tujuan untuk mendelegitimasi prestasi pelaksanaan haji 2024 bertentangan dengan nalar ilmiah dan nalar publik.

Haji dilaksanakan di negeri orang di mana pemerintah RI tidak sepenuhnya memiliki kontrol untuk menyelesaikan semua persoalan di sana. Misalnya, soal tenda di Arafah dan Mina, area Mina yang tidak bertambah luas sementara jumlah jemaah Indonesia tahun ini bertambah 20.000 jemaah. Begitu pula dengan luasan Muzdalifah.

Bahwa Kemenag RI harus melakukan diplomasi haji maksimal kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi (KSA), sudah pasti terus diikhtiarkan. Apalagi perubahan kebijakan haji KSA yang terkadang tidak ada pembicaraan awal dengan semua negara, sehingga membuat Kemenag RI, mau tidak mau harus mengikuti seluruh keputusan dari otoritas KSA.

Hal yang masih berada dalam kontrol dan kewenangan pemerintah RI, umumnya dapat berjalan dengan baik meski masih banyak catatan untuk penyempurnaan. Soal transportasi, konsumsi dan akomodasi, mampu dihandle sedemikian rupa hingga sesuai dengan harapan jemaah.

Haji merupakan event ibadah. Butuh keikhlasan, inovasi dan keberanian untuk melakukan perbaikan. Klaim dengan penuh kesombongan tidaklah cukup. Perlu sikap tawadhu untuk memperbaiki berbagai layanan haji. Menyediakan pembinaan, pelayanan dan pelindungan yang maksimal kepada jemaah merupakan tugas Kemenag RI.

Seluruh catatan haji tahun sebelumnya, selalu digunakan untuk merencanakan haji tahun depan. Yang sudah baik, dipertahankan dan kalau mungkin ditingkatkan. Yang belum baik, disempurnakan. Yang sudah berjalan dengan baik diapresiasi, yang belum baik disempurnakan dengan cara baik.

Abu Rokhmad (Tim Monev Haji 2024)

Posting Komentar

Terima Kasih,
Komentar Anda akan difilter oleh admin sebelum ditayangkan.