9.928 Mustahik Keluar dari Garis Kemiskinan, Kemenag: BAZNAS Jatim Role Model Pemberdayaan Zakat
Surabaya (Kemenag) --- Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag), Waryono Abdul Ghafur menyebut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Jawa Timur (Jatim) sebagai role model dalam program pemberdayaan zakat. Menurutnya, BAZNAS Jatim yang berhasil mengeluarkan ribuan mustahik dari garis kemiskinan membuktikan bahwa pengelolaan dana zakat secara profesional dapat memberi dampak besar.
"Kita perlu mengapresiasi BAZNAS Jawa Timur sebagai role model dalam memberdayakan mustahik. Hingga saat ini, BAZNAS telah berhasil mengeluarkan 9.928 mustahik dari garis kemiskinan," ujarnya dalam audiensi di Kantor BAZNAS Jawa Timur, Islamic Center, Surabaya, Selasa (3/9/2024).
Waryono juga mendorong lembaga zakat untuk memanfaatkan data Registrasi Sosial Ekonomi (REGSOSEK) dalam pendistribusian dana zakat. Menurutnya, data tersebut dapat menjadi acuan yang tepat untuk memastikan penyaluran zakat kepada mustahik.
"Pentingnya data yang akurat dalam penyaluran zakat agar tepat sasaran, salah satunya dengan menggunakan data REGSOSEK dari Bappenas," tambahnya.
Namun, Waryono mengingatkan adanya gap antara potensi zakat dan realisasi dana zakat di Jatim. Potensi zakat mencapai Rp36 triliun, tetapi baru terealisasi Rp405 miliar. Ia menekankan pentingnya meningkatkan kompetensi amil zakat, khususnya di BAZNAS provinsi, guna mengoptimalkan realisasi zakat.
Waryono juga menekankan, BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) bukanlah kompetitor, melainkan mitra yang harus bersinergi untuk memaksimalkan potensi zakat. Ia menekankan perlunya kolaborasi antara BAZNAS dan LAZ dalam mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat.
"Masih banyak objek zakat yang belum terjangkau, seperti zakat pertanian, peternakan, tambang, industri, dan surat berharga. Sebagian besar saat ini masih fokus pada zakat profesi. Kolaborasi antara BAZNAS dan LAZ sangat diperlukan," jelas Waryono.
Ia juga menyoroti belum maksimalnya pengelolaan zakat di lingkungan perguruan tinggi, yang disebabkan oleh rendahnya literasi zakat dan wakaf.
"Survei menunjukkan mayoritas amil zakat berasal dari fakultas ekonomi dan teknik, bukan dari alumni UIN atau fakultas agama. Ini menunjukkan perlunya penguatan SDM amil zakat agar pengelolaan zakat lebih baik," tambahnya.
Ketua BAZNAS Jatim, Ali Maschan Moesa, juga menekankan pentingnya memperluas sosialisasi zakat, termasuk di perguruan tinggi negeri. Meskipun beberapa kampus, seperti Universitas Brawijaya, sudah siap menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ), pengumpulan zakat di beberapa perguruan tinggi negeri di Jatim masih menghadapi kendala.
"Kami juga mengalami kendala dalam integrasi data zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). Oleh karena itu, kolaborasi dalam pendataan mustahik sangat penting," ujarnya.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh anggota BAZNAS Jatim dan BAZNAS Kalimantan Utara yang tengah melakukan kunjungan.
(Ba/Mr)