Penjelasan Bhante Sri Pannavaro Mahathera tentang Indonesia Tipitaka Chanting
Magelang (Kemenag) --- Bhante Sri Pannavaro Mahathera menyampaikan bahwa Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) merupakan rangkaian Ibadah Umat Buddha dalam merayakan hari Raya Waisak. ITC digelar setiap tahun menjelang purnama di bulan Ashada, yang jatuh pada bulan Juli.
“Kami mengundang umat Buddha dari seluruh Indonesia untuk membaca bagian tertentu dari Tripitaka. Tentu kita tidak bisa membaca sampai habis karena banyaknya isi Sutta,” kata Bhante Sri Pannavaro Mahathera disela-sela pelaksanaan Indonesia Tipitaka Chanting dan Asalha Mahapuja 2568/2024, di Taman Lumbini, Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (13/7/2024).
“Untuk tahun ini dipilih 10 Sutta, dibacakan dalam bahasa otentic, terjemahnya, dan hakikatnya disampaikan secara singkat. Sore hari dibahas para Bhikku, untuk menguraikan apa yang dibacakan pada siang hari ini,” sambung Bhante Sri Pannavaro Mahathera.
Umat Buddha bersama pra Bhikku sedang membaca Tipitaka (foto : Humas Bimas Buddha)
Bhante Sri Pannavaro Mahathera menjelaskan bahwa kegiatan yang dilaksanakan setiap tahun ini, sudah berjalan sejak 2015/2016. Agar kitab suci tidak hanya sekedar kitab yang disucikan, diagungkan, baik jarang atau sering di baca, namun belum tentu bisa difahami maknanya.
“Pembacaan Tipitaka ini dilakukan, agar umat Buddha tidak tenggelam dalam nikmatnya dunia. Oleh karena itu, makna kitab suci harus dijelaskan dengan bahasa masyarakat, agar dapat lebih dimengerti. Supaya tidak silau dengan kenikmatan dunia. Karena ada kehidupan yang lebih hakiki,” jelas Bhante Sri Pannavaro Mahathera.
Bhante Sri Pannavaro Mahathera juga menyampaikan bahwa dengan memahami makna dari kitab suci Buddha kiranya dapat mengubah sikap mental umat agar menjadi lebih baik. Pembacaan kitab suci ini akan diakhiri dengan hari suci Asalha atau Asadha.
“Perayaan Asalha sering disebut hutbah Gaotama. Yang disampaikan adalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan, itulah hakikatnya ajaran Buddha,” terang Bhante Sri Pannavaro Mahathera.
Perjalanan Bakti
Bhante Sri Pannavaro Mahathera menyampaikan bahwa setelah rangkaian pembacaan Tipitaka, ribuan umat Buddha ini akan melaksanakan perjalanan bakti dari candi Mendut menuju Candi Borobudur. Perjalanan ini mengandung makna spritual. Selain itu, dapat mengandung sekaligus mengangkat budaya lokal, dan budaya nusantara. Ini murni perjalanan ibadah atau perjalanan Puja.
“Ini Perjalanan Bakti, bukan karnaval, bukan kirab, atau bahkan bukan arak-arakan,” kata Bhante Sri Pannavaro Mahathera.
Bhante Sri Pannavaro Mahathera menjelaskan bahwa urgensi perjalan dari candi Mendut menuju Candi Borobudur (sekitar 4 km) yang memerlukan waktu kurang lebih 1 jam ini merupakan perjalanan dengan penuh kesadaran, tidak ngobrol, tidak gaduh, harus perjalanan dengan penuh keyakinan. Kalau perjalanannya semakin jauh, maka amalannya semakin banyak.
Yang lebih sakral lagi, lanjut Bhante Sri Pannavaro Mahathera, adalah makna di balik dari dua kereta kencana yang berwana kuning keemasan pada rangkaian ITC dan Asalha Mahapuja. Kereta Kencana ini terbuat dari logam yang dirancang oleh Nyoman Ali Mustafa.
“Kereta pertama akan membawa reliks, sisa jasmani para orang suci. Dan Kereta kedua untuk membawa kitab suci,” jelas Bhante Sri Pannavaro Mahathera.