Ka'bah dan Arbain: Kangen yang Penuh Risiko

Sudah kelar semua rukun dan wajib haji. Pasangan ini kembali ke Haram. Kangen dan ingin mengitari Ka'bah lagi. Karena harus menggunakan dan mendorong kursi roda, mereka tertinggal rombongan.

Hanya berdua di tengah gelombang ratusan ribu mutawwif. Jam 00.30 WAS, saya diarahkan muwadzdzafah KSA. Setelah tanya, rupanya mereka dari SOC hotel 502. Dengan penuh keyakinan, minta diantar ke terminal Jiyad.

Ini adalah kasus ketiga dalam setengah malam. Sebelumnya, persis di Babul Umrah, kami langsung ditarik jemaah haji kloter SUB, asal Bangkalan. Sama sekali tidak dapat berbahasa Indonesia. Beliau kehilangan istrinya.

"Tadinya mau tawaf sunnah. Mau lihat Ka'bah lagi," katanya dengan bahasa Madura yang tebal. Kami minta dia menunggu. Kami hubungi Seksus Haram. Belum lama dia duduk, datang dua orang lainnya.

Asal Aceh. Seorang di antaranya sudah renta alias lansia. Diantar sepupunya, baru menyelesaikan 4 putaran tawaf. Kakinya bergetar. Keringatnya mancur. Tidak berdaya. Datang ke Haram, juga untuk ibadah afdaliyat. Kangen Ka'bah.

***

Dari centre Masjidil Haram, kami dorong kursi roda ke Jiyad. Tiba di tujuan, bapak'e bingung. Katanya di Syib Amir. Kami balik arah dan lanjut. Karena terlanjur larut, di tengah jalan menuju Syib Amir, kami tawarkan taksi. Jam 03.26 WAS, kami tiba. Hotel sepi. Penghuninya dipeluk malam.

Ibu itu, persis wajah ibuku. Saya yakin usia beliau tidak jauh dari ibu saya. Waktu di Jiyad, beliau sudah sembab. "Masnya pasti cape," katanya. Saya tersenyum. Tangannya menarik tangan saya. Beliau selipkan riyal. "Tidak, Ibu!"

"Saya senang bersama, Ibu," saya bisikkan ke telingannya. Sepertinya beliau menangis. Saya cium dan kecup keningnya. Wangi ibu saya menyelinap. Aroma yang menaikkan insulin dalam darahku. Ada zat penenang dan rasa ketagihan.

Jam 03.45, saya baru kembali ke hotel. Sahur sebentar, minum, dan ambil wudu. Suara azan terdengar sayup dari seberang. Tidak banyak zikir. Mata memberat. Kelopak mengatup. Jam 08.14 bangun. Waktunya umbah-umbah.

***

Bagi para lansia dan risti (risiko tinggi), dan bagi siapa pun, kangen Ka'bah adalah naluri Ilahiyah. Tapi kurang menimbang risiko adalah tindakan menguatirkan keamanan dan keselamatan. Paling ringan, risiko tertinggal rombongan atau kehilangan pasangan atau teman.

Mengejar janji pahala sunnah, salat Arbain misalnya, adalah tantangan yang menarik. Tapi mencermarti situasi di lapangan untuk terjaminnya kenyamanan, keamanan, dan keselamatam jiwa adalah kewajiban.

Sungguh bagus menjadikan keselamatan jiwa sebagai faktor utama dalam segala amal, termasuk ibadah mahdah, dan khususnya ibadah haji. Anda tahu setiap usai tahun haji selalu ada catatan kematian? Jumlahnya kadang ribuan.

Kalau bisa hidup di jalan Allah, demikian KH Abdul Moqsith Ghazali--konsultan haji, mengutip Jamal Banna, "Kenapa sebagian kita masih suka memilih mati di jalan Allah?" katanya tergelak. Bersama para konsultan ibadah lainnya, Kiai Moqsith tak jemu mengedukasi jemaah haji.

***

Jika kangen akan menyisakan perih, kenapa meniscayakan perjumpaan???

Ishaq Zubaedi Raqib --MCH Daker Makkah Al Mukarrakah.

Widyawan Sigitmanto
Widyawan Sigitmanto Admin Simkah Web Id sejak dibuat sampai sekarang ;)
Sawer Admin via : Saweria